Senin, 22 April 2019

Suara dari langit

"dari makokat alias markas komando malaikat,  sudah siaga satu,  beberapa malaikat yang mengurusi hujan,  petir,  angin  bahkan nabi khidir pun sudah di kontak untuk di BKO (bawah kendali operasi)  dengan siskokat (sistem komando malaikat)  di langit dibawah pimpinan tertinggi malaikat jibril,  dan diperintahkan sewaktu-waktu bergerak"

Saya seh berandai2 malaikat jibril tengah menyaksikan bagaimana nurani sebagian rakyat Indonesia tengah tercabik2 saat ini,  sembari menunggu momentum bergerak secepat kilat membawa pasukan dari langit untuk membelah dada dajjal2 kecil yang melampaui batas. 


Saya juga lagi berandai2 betapa langit menjadi riuh dengan suara dengung seperti jutaan lebah memenuhi langit,  akibat doa2 yang dipanjatkan orang2 kecil, yang berharap keadilan sejati turun,  disana terlihat jibril gelisah sembari menekan2 tongkat komandonya dengan tangan penuh gemeretak menahan amarah,  hanya satu kata yang ia tunggu : kun,,,, 


Sesaat hujan  turun menyertai kilat,  bersamaan itu ribuan malaikat dibawah komando jibril melesat dari langit menuju bumi,  membabat hati orang2 yang culas,  yang serakah,  yang mengkerdilkan rasa kemanusiaan, yang abai terhadap harapan akan keadilan,  tidak dengan mengambil nyawanya,  namun diperlihatkan bagaimana kematian itu ada dan diperlihatkan kehidupan akhirat yang berisi pembalasan, sehingga kegugupan dan ketakutan tak sempat berlari bersama keringat dan gemetarnya tubuh. 


Ditengah ketakutan2 itu tanpa sadar mereka berbisik : Yaa,, Rabb,,, ampuni hamba ,,,,,namun terlambat untuk taubat. 


(Esoknya tanpa terekspos dan luput dari media masa manapun,  beberapa rumah sakit elite di dalam dan diluar negeri,  dipenuhi beberapa orang ternama yang sering kita saksikan di televisi, terkena stroke namun diagnosanya normal,  hanya saja tiap malam menjelang hingga pagi wajah mereka penuh teriakan dan ketakutan)

Rabu, 30 Mei 2018

Fatwa rindu

Hidupmu bukan milikmu

Hidupmu bukanlah milikmu
Apa yang jadi milikmu juga bukan kau miliki
Dan apa yang kamu miliki hanya pinjaman yang kelak kembali
Kembali pada situasi ketika dirimu hanya sesuatu tanpa arti

Jadi,  jika dari awal kita bukan siapa2, tak memiliki apapun jua,  kenapa harus menyesali kehilangan yang memang bukan milikmu sejatinya

Kehilanganmu terbesar bukanlah waktu kelak,  esok,atau hari ini yang tak miliki apa2, namun tak tahu akan kembali kemana. 

Kehilangan terbesar dirimu saat nurani menutup pintunya sehingga  tak bisa memasuki rumah sejatimu, hanya berdiri menatap dari luar seraya pandangi jendela hati dengan "kaca" yang makin buram.

Menangislah dirimu menyesali keserakahan2, dan meminta waktu kembali untuk melunasi hutang cinta yang telah kau gadaikan hanya demi remah2 duniawi yang ternyata tak berarti saat dirimu dijemput kematian.

Hidupmu bukanlah milikmu sepenuhnya, hidupmu sebenarnya hanya hamba yang mengabdi pada kehidupan itu sendiri,  bukan sang penguasa nisbi. Kelak sang waktu akan menuntunmu melihat kampung halaman dimana rumah sejatimu berdiri di depan telaga.

Menangiskah dirimu kala diingatkan  bisikan lembut : " Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah" hai jiwa yang tenang,,,,,,

Mencari bukan "mencari"

Kami hanya coba merunuti jalan dimana embun pernah memberi kesejukan, kami juga merunuti jalan yang sering dianggap gegap gempita dengan  menamainya "jalan sunyi". Angin, matahari, hujan, hutan, gunung hanyalah persinggahan sementara untuk memahami betapa berkah hanya bisa dicapai dengan kerendahan hati. Kami mengagumi pohon yang diam namun selalu bersyukur selama sehari semalam hanya untuk bertumbuh mengikuti cahaya.

Jalan di depan kami adalah mencari bukan "mencari", kami tidak bergerak keluar namun ke dalam, memahami kalbu dengan membawa kenikmatan dari mata wadag dan mata batin untuk mengerti betapa jalan sunyi hanyalah cara bergerak menemui berkah dan karuniaNya. Tidak semua kami memahaminya dengan urutan logika yang bisa memenjara, terkadang hanya dengan mata buta.  Bila semua terukur dengan dikotomi dan angka, dualitas yang membuat kami tak bisa bergerak dan menjebak, ijinkan memaknainya dengan kelembutan dan keindahan, inti dari kemanusiaan. Kami bukanlah filsuf, bukan pula pencari kebenaran, hanya seorang yang nyadong keikhlasanNya, kasih sayangNya, mengemis cintaNya.

Baju kami hanyalah syukur, selimut kami rendah hati, sepatu kami adalah keikhlasan, dan perjalanan kami hanyalah cinta. Mungkin sudah terlalu biasa jika ini disalah pahami, sebab kesepian tak menyingkirkan dan menghindari menuju tempat sepi. Kami menjalaninya di lahan-lahan keramaian, pusat ego manusia di sudut sudut jaman. Mengolah sampah peradaban yang ter(di)singkirkan menjadi cahaya dan keindahan, lahan subur untuk ditanami dengan nafas ke-esaan, dan merawat menumbuhkannya dengan cinta. Biar kelak ketika nafas dan darah tinggal satu hirupan, harapan kami adalah meninggalkan jejak yang akan mengilhami angin, hujan, pohon, batu,embun, matahari dan semua mahluk bumi untuk selalu berendah hati dalam syukur dan keikhlasan. Sebab buat kami dunia bukanlah tempat memiliki sesuatu namun menakar keikhlasan cintaNya dalam satu tarikan nafas. Dan itu terlalu cukup buat kami, sebutir debu yang pongah mengharap kasih sayangNya,,,:-).

Jumat, 22 April 2016

My home


Saya baru sadar bila memiliki "dua rumah" yang berdampingan, ini rumah pertama saya belajar nge-blog namun terlupa ketika ada blog baru agak terkesampingkan. Kalau tidak mengetik kata "jalan sunyi" di google mungkin "rumah" ini tidak akan ketemu. Surprise karena akhirnya menuntun kesini setelah 4 tahun saya tinggalkan, masih tetap asri masih suka dengan tagline nya, hati ini seperti dilempar waktu ke masa lalu. Namun apapun itu saya hanya bisa bersyukur karena cerminan alias jejak langkah yang saya buat masih bisa menapak hingga kini, jadi dengan rendah hati saya begitu bersyukur bertemu banyak guru di kehidupan saya, dengan kerendahan hati mereka memberikan cahaya cinta sehingga alur hidup saya menjadi lebih terarah. Terarah bukan berarti jalannya lempeng, namun naik turun,tapi tetap tanpa berprasangka bahwa itu yang membawa saya kesini hari ini.

Selamat datang dirumah pertama saya, jalan sunyi,tempat dimana seluruh aktifitas hidup yang saya jalani menjadi laboratorium untuk mensintesa semua parameter hidup bernama dikotomi dengan cara memeluknya mesra. Tidak harus semua tawa memang bahkan kebanyakan berupa air mata. Namun begitulah hidup memang harus dijalani bukan dipelajari.

Minggu, 22 April 2012

That what life a for


    
 Setiap perjalanan kehidupan  yang sedang kita jalani, selalu saja ada moment yang banyak menguras energi kita, sehingga harapan yang selalu jadi tumpuan saat kita mulai melangkah, menjadi sirna dan kabur untuk dipandang. Banyak hal yang mempengaruhi sehingga langkah kita menjadi tertatih hanya untuk mencapai pengertian makna kemana sebenarnya arah kehidupan ini akan dibawa. Kadang faktor ego diri menjadi tirai untuk menghalangi kejernihan makna yang sebenarnya. Kemampuan untuk menangkap makna ini terhalangi hanya karena kita kurang sabar untuk berlatih melihat setiap kondisi dengan apa adanya, netral saja tanpa kita harus selalu menghakimi kondisi yang ada. Sering kita terlampau gegabah untuk menilai sesuatu hanya dengan melihat sisi lain yang mungkin saja ia benar adanya, atau menghakimi sesuatu dengan fakta yang teramat parsial namun kita bisa membuat gambaran utuh dengannya. Dalam kondisi hati yang teramat jernih, gambaran utuh bisa terlihat hanya dengan melihat parameter dan kecenderungan. Dalam kondisi ia membawa tendensi, makna yang ada semakin menjauh dari kebenaran. Tingkat kepantasan kita untuk menilai sesuatu sering selalu dimuati kepentingan .Lantas apa saja yang menghalangi kejernihan kita untuk dapat menangkap kebenaran sejati?
     Orientasi yang teramat dalam untuk memperoleh materi hingga melampaui tingkat kemanusiaan kita, sehingga menafikan kaidah nurani , dalam jangka panjang bisa membuat manusia menjadi kehilangan orientasi tentang tujuan dan arah kehidupan ( Life Disorder Oriented). Hal ini ditandai dengan hilangnya ketulusan, kejujuran, kebahagiaan, dalam berhubungan dengan sesama, merasa terasing(teralienasi) dengan lingkungan, dan menilai sesuatu dengan parameter kebendaan bukan dengan rasa, empati. Sehingga tidak heran definisi tentang sukses bergeser menjadi tumpukan kosmetika bersifat outer bukan inner. Ia akan mengejar kemanapun dengan atas nama kebendaan. Makin besar dan banyak materi, sebutan sukses hanya bersifat nisbi sebelum mengejar hal lainnya yang lebih tinggi seperti dosis obat yang makin besar untuk diberikan. Sebutan pertemanan hanyalah sebuah cara untuk memperoleh manfaat atas lainnya, atau dengan sebuah kesepakatan ia menjadi saling menguntungkan dengan sebuah tawar menawar.

     Kemana hidup akan dibawa dengan kondisi demikian, karena sudah terlampau banyak contoh sebuah kesia-siaan karena berjalan dengan menggendong beban-beban yang coba menghilangkan sisi humanis kita. Telah banyak contoh sebuah kejatuhan hanya mencoba untuk menafikan sebuah mahluk bernama kejujuran. Dan akan banyak contoh, mungkin teman-teman kita yang sekarang sedang menuju atau sudah berada di puncak kehidupan namun ia kekeringan makna karena merampas kepantasan –kepantasan yang bukan miliknya dengan atas nama keserakahan, dengan cara-cara yang bertolak belakang dengan keindahan. Sehingga kitapun akan tahu bila teman kita melakukan duplikasi strategi yang sama, di depan ia akan berada dimana. Akan berada dimana? Ya ia akan berada di puncak kehampaan meskipun secara materi berkelimpahan bila cara-cara yang digunakan hanya menghilangkan sebagian hak yang lain. Dan ia akan tiba disebuah tempat bernama kecewa dan penyesalan karena apa yang diduga dan kira hanyalah sebuah ilusi belaka.

 
   Hari ini, mungkin kita sebaiknya berjanji untuk diri sendiri, bahwa semua talenta yang kita peroleh, hanya akan digunakan untuk meninggikan teman, kolega, anak buah dan membantu mereka untuk mencapai harapannya. Karena dengan cara inilah sebuah makna kehidupan menjadi lebih indah saat senyum adalah anggukan yang teramat bermakna, senyum yang melampaui kata-kata. Hari ini sebaiknya kita mulai melangkah dengan kejujuran terhadap diri sendiri, melangkah dengan atas nama keyakinan dan keimanan kita dalam arti yang sebenarnya, baik itu di tempat altar peribadatan maupun di meja-meja kerja, bahwa semua aktifitas kita, sebenarnya digunakan untuk kebaikan sesama Sehingga pada saat ini berjalan apa adanya, dengan ketulusan, materi adalah sebuah efek samping dari tenaga yang kita pakai untuk berkarya dan bukan menjadi tujuan itu sendiri  Karena saat kita berada di puncak kehidupan, kehidupan akanmemberi pintu terbuka pada kita untuk melampaui dan mengalami kehidupan sejati yang tak bisa dipadankan dengan banyaknya materi. Sehingga saat disana, waktu seolah bisa ditarik ke masa kini untuk merancang kebaikan yang tak ternilai harganya walaupun itu hanya sebuah nasihat belaka.
                                                0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
                                                 “That what life a for”
                                                         271108
                                                         Tuban

The sad happiness


Andai dalam episode kehidupan kita, kesedihan sering menyapa sehingga membuat diri menjadi kehilangan orientasi dan arah, ada hal yang sering ditanyakan, apa tujuannya ini menimpa kita? Apakah ini hukuman Tuhan terhadap kita ataukah ini sebuah bentuk atas kasih sayangNya, agar kita selalu mengingat Beliau dengan kerendahan hati. Dalam banyak fragment hidup, sering godaan datang mencoba untuk membiaskan langkah kita untuk sekedar agar kesedihan itu berubah menjadi tawa. Namun hal yang bersifat artifisial hanya sebentar, kemudian kembali dalam kesedihan. Kesedihan memang hal yang banyak menguras energi, terasa menyakitkan, membuat hidup seolah menjadi tak berpihak pada kita. Sehingga dalam sepanjang perjalanan kehidupan kalau bisa dihindari dan enggan bertemu dengannya. Lantas apa makna kesedihan itu sendiri? Banyak maknanya, namun yang jelas ia adalah situasi yang muncul dan berakibat pada ketidak nyamanan diri kita atas situasi tersebut. Ia adalah situasi yang tidak sesuai dengan harapan diri, ego, rasa, persepsi kita. Apapun bentuk, tempat, kondisi yang muncul sehingga membuat diri ini merasa tidak nyaman, potensi kesedihan ini ada. Persepsi kita justru paling dominan untuk berkontribusi terhadap kesedihan ini.
     Lawan kata dari sedih adalah gembira, bahagia sebagai bentuk persepsi yang menyenangkan atas situasi tertentu. Hal yang satu ini selalu banyak dicari sehingga ia terkadang bersembunyi dan menyamar agar tetap alami, sehingga banyak dari kita terjebak dalam kesenangan semu. Apakah ada kesedihan yang membahagiakan? Agak kontradiksi memang, karena hal yang berlawanan tidak bisa di samakan. Namun bila hal itu menyangkut persepsi, pemahaman terhadap kondisi tertentu, bukankah itu mungkin, semungkin kebahagiaan yang menyedihkan.  Terkadang, diri ini terlalu sibuk untuk mencari sesuatu yang dikira bisa membahagiakan namun yang diperoleh justru sebaliknya. Kesedihan ketika ini disadari adalah bentuk ketidak berdayaan, semakin kita melawannya maka makin kuat efek yang timbul. Satu-satunya jalan agar kesedihan hilang adalah bersahabat dengan kesedihan itu sendiri. Bersahabat bisa dimaknai ia adalah bagian hidup kita yang tak harus dilewatkan dengan air mata, karena ia adalah penguat kesabaran, penguat jiwa, batin. Seperti tubuh kasar yang memerlukan vitamin untuk vitalitas, kesedihan bisa mewakili hal ini. Memang tidak menyenangkan awalnya, namun berangsur ia akan melatih batin kita menjadi kuat. Batin yang kuat akhirnya akan memandang segala hal yang dialami menjadi positif. Mengapa, karena akhirnya diadari, apapun bentuk kesedihan, ia adalah sebuah bentuk kasih sayangNya, dan dibalik itu Beliau selalu memberikan hadiah bagi kita yang melewatinya. Hadiah terbesar ini Beliau justru berikan saat kita disapa oleh kesedihan.
     Hadiah ini bermacam-macam, ada yang terangkat ke tempat yang lebih tinggi, ada yang dibukakan makna kehidupan sejati, ada yang menemukan arah kehidupan yang diidamkan dll yang intinya hadiah itu justru memberikan kebaikan tidak saja bagi diri sendiri tetapi bagi sekitarnya pula. Jadi, ketika saat ini kita sedang mengalami kesedihan yang mungkin telah sampai pada kata putus asa, berikan kesempatan padaNya untuk memberikan hadiah itu pada kita. Tidak ada hal yang paling membahagiakan saat Beliau memberikan hadiah terbaik setelah melewati kesulitan itu. Hanya dengan kesadaran batin, bukankah kesedihan adalah permukaan dari kebahagiaan? Kesedihan yang membahagiakan,terasa indah bukan!
0 0 0 0 0 0 0 0
Tuban,190609